Puasa Tidak Jamin Ketaqwaan?

             


    Sedemikian penting soal takwa ini, sampai-sampai Allah Subhanahu Wa Ta'ala menyediakan waktu secara khusus kepada kita untuk menempa diri kita sedemikian rupa, sehingga benar-benar bisa mencapai derajat taqwa. menjadi bertaqwa menjadi lebih bertakwa itulah bulan Ramadhan.

Taqwa menentukan posisi kita dihadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Allah swt  menegaskan taqwa menentukan pula posisi kita di akhirat, apakah kita akan menjadi bagian dari ashabul yamin atau  golongan kanan atau golongan kiri yang juga disebut ashabul syimal,

Tentu kita tidak ingin menjadi bagian dari golongan kiri, penghuni neraka karena inilah yang disebut oleh Allah sebagai seburuk-buruk tempat kembali. Kita semua tentu ingin menjadi bagian dari penghuni surga ini yang disebut Allah sebagai sebaik-baik tempat kembali.

Tapi apa yang dapat memastikan kita nanti akan menjadi bagian dari Ashabul Jannah hanya satu, yaitu taqwa kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sedemikian penting taqwa ini, sampai-sampai Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga menyediakan banyak waktu khusus kepada kita untuk memperbarui ketaqwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala/

Lihatlah, bahwa setiap pekan kita ini khususnya laki-laki wajib untuk hadir dalam ibadah salat Jumat dan rukun yang tak terpisah dari ibadah itu adalah mendengarkan khotbah. Fan inti dari khotbah tak lain adalah seruan untuk bertakwa kepada Allah dengan Taqwa yang sebenar-benarnya. Bukan sekedar seruan semestinya juga inti dari khutbah itu adalah mengajak jamaah untuk bertakwa kepada Allah dengan Taqwa yang sebenarnya.

Suatu hari, Rasulullah SAW dimintai nasehat oleh seorang sahabat dan nabi memberikan nasihat pendek “ittakillaha haitsu ma kunta”, bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kalian kamu berada.  Karena itulah maka semestinya kita melaksanakan semua Ramadhan ini dengan penuh kesungguhan dan penghayatan agar apa yang menjadi tujuan utama dari kita melaksanakan semua Ramadhan yakni diraihnya Taqwa itu betul-betul bisa tercapai.

Lafadz “la’ala” itu menurut para ulama diartikan sebagai “harful li turja” artinya “tarraji” maksudnya kalau dalam bahasa lain itu hopefully atau mudah-mudahan, jadi puasa ini ini tidak otomatis akan menghasilkan orang yang bertakwa, dia hanya akan menghasilkan sosok yang bertakwa jika dia laksanakan shaum ramadan itu dengan sebaik-baiknya, dengan penuh penghayatan, keimanan dan kemauan yang didasarkan pada keimanan.

Ternyata kita bisa menjadi seorang yang taat kepada Allah dengan taat yang sesungguh-sungguhnya, buktinya kita bisa tinggalkan yang halal. Jika yang halal bisa kita tinggalkan, apalagi yang haram. Mestinya lebih bisa lagi dan itu dalam waktu yang cukup lama, bukan hanya pada saat ibadah puasa saja, tapi yang dilaksanakan dalam kurun waktu yang cukup panjang.

Shalat meskipun dalam satu hari lima kali, tetapi dia pendek-pendek saja shalatnya. Begitu juga ibadah haji secara praktis mungkin hanya 67 hari selesai, tapi puasa tidak mungkin kurang dari 1 bulan, meski juga tidak mungkin lebih dari satu bulan untuk apa? Tak lain adalah untuk taqwa.

Karena itulah jika ada persoalan semestinya kita tempatkan sebagai fokus dari perhatian kita, kemana seluruh energi kita kita kerahkan, tak lain itu adalah taqwa. Taqwa itulah yang semestinya menjadi tema besar dalam hidup kita, kemana seluruh potensi hidup kita. Waktu, tenaga, pikiran, harta, ilmu bahkan juga nyawa kita kita kerahkan untuk meraih posisi Taqwa dengan takwa yang sebenar-benarnya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Indra Margana

marganaausi@gmail.com

@marganaid

Komunikasi Penyiaran Islam

UIN Sunan Gunung Djati Bandung

 

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© all rights reserved
made with by templateszoo