Islam tidak melarang individu untuk menikmati harta, selama harta
itu diperoleh dengan cara yang halal. Islam tidak melarang seseorang untuk kaya
dan mem- beli barang-barang mewah, selama barang itu halal dan digunakan sesuai
fungsinya. Yang tidak boleh itu, mendapatkan harta dengan cara haram, lalu
membelanja- kannya untuk barang haram pula.
Selain itu, ada satu lagi yang dilarang, yaitu meraih kekayaan
dengan niat untuk dipamerkan atau flexing. Nah, di zaman sekuler kapitalis saat
ini, masyarakat kalangan tertentu cenderung hedonis. Mereka pun suka memamerkan
kekayaan di media sosial. Bagaimana cara mencegah agar tidak tergoda melakukan
flexing?
1. Terapkan
Gaya Hidup Minimal
Kaya boleh, tapi gaya hidup tetap sederhana. Islam mengajarkan gaya
hidup zuhud. Apakah berarti harus hidup pelit, susah, serba kekurangan, punya
barang yang jelek dan tampil miskin? Bukan. Zuhud bukan seperti itu. Zuhud
adalah mencukupkan diri dengan A, walaupun se- betulnya mampu membeli B.
Misal, orang kaya yang zuhud, cukup memiliki mobil harga Rp 250
juta, meski ia sanggup membeli mobil me- wah seharga Rp 1 miliar. Orang kaya
yang zuhud, cukup makan tahu-tempe dan tidak harus di restoran dengan menu
mewah. Itulah zuhud.
2. Berhenti
Mengejar Pengakuan Kebanyakan orang pamer di media sosial, demi mendapatkan
kepuasan batin.
Merasa eksistensinya diakui, dikenal dan dipuji. Seperti hamster
yang balapan di roda berputar, pengakuan itu tidak akan pernah memuaskan. Terus
dan terus, merasa penting untuk menampilkan hal- hal terkini.
Akibatnya, orang seperti ini tidak akan pernah berhenti memikirkan
penampilan. Untuk itu, tentu harus belanja dan belanja, biar apa yang
ditampilkan selalu fresh. Khususnya para wanita yang terjebak dalam gaya hidup:
tas, sepatu, busana, make up, kaca mata, diet, traveling, kuliner, dll.
Karena itu, supaya tidak tergoda flexing, berhentilah mengejar
pengakuan. Apalagi pengakuan status sosial berdasar kepemilikan barang-barang
mewah. Percayalah, kepuasan memiliki barang mewah itu rata-rata hanya tiga bulan
pertama. Setelah itu tingkat kepuasannya akan terus merosot.
3. Sibukkan
Diri dengan Ilmu
Para shahabiyah dan generasi Muslimah dulu mencapai kegemilangan
ilmu, karena hari-harinya belajar, bersastra, dan mengkaji ilmu agama. Mereka
tidak tersibukkan dengan dandanan dan penampilan. Tidak sibuk dengan
barang-barang, karena kemuliaan seseorang tidak diukur dari banyaknya barang
yang ia miliki. Tapi, kemuliaan diukur dari kepiawaiannya mengemban amanah dari
Allah SWT.
Rasulullah bersabda: "Celakalah hamba dinar. Celaka- lah hamba
dirham. Celakalah hamba khamisah dan khamil- ah (sejenis pakaian dari wol).
Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah."(HR Bukhari)
Selama hidup, para wanita kadang habis waktunya untuk mengulas soal dandanan,
fashion, dan gaya hidup lainnya. Mereka pun sibuk mengurusi, membereskan dan
membersihkan koleksi-koleksi fashionnya.
4. Tanamkan
Konsep Berbagi
Kekayaan yang kita miliki, sebagian adalah titipan Allah SWT untuk
disalurkan kepada mereka yang membutuhkan. Jika kita paham konsep ini, niscaya
tidak tergoda membeli barang mewah yang harganya fantastis dan tidak masauk
akal. Padahal targetnya sekadar untuk tujuan pamer.
Misal, Anda bisa mengerem untuk tidak membeli tas branded seharga
Rp 40 juta, dengan mengatakan, "Saya cukup beli yang Rp 400 ribu saja,
karena Rp 40 juta itu bisa untuk membangun satu lokal kelas di sekolah."
Dengan alat kendali seperti itu, semoga bisa mengerem belanja dan kita menjadi
orang yang dermawan. Harta lebih bermanfaat jika dinikmati orang yang
membutuhkan.
5. Jangan Ikut
Standar Sosial
Jangan mengikuti selera kebanyakan masyarakat. Jadilah dirimu,
dengan versi terbaik dirimu, sesuai gaya hidup islami. Bukan gaya hidup lain.
Tidak usah stres bila tidak mampu berpenampilan seperti orang luar sana. Yakini
gaya hidup sendiri, selama tidak melanggar syariat. Tetap bersyukur, jangan
insecure.
Indra Margana
@marganaid
Komunikasi Penyiaran Islam
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Tidak ada komentar
Posting Komentar