Taaruf dengan ilmu

Keutamaan

Ilmu Adalah obat

"Ilmu merupakan obat dari getirnya kebodohan, dan obat dari getirnya kebingungan manusia di dalam perjalanan pada kehidupan. (Abu Bassam Oemar Mita). Salah satu di antara perkara yang bisa merusak pada kehidupan kita bukan hanya disebabkan dosa yang dikerjakan atau kemaksiatan yang yang dilakukan. Tetapi sesungguhnya dosa dan kemaksiatan itu memiliki akar dan pangkal, pangkalnya adalah kebodohan.

Dari kebodohan terjadilah dosa, kemaksiatan, dan kesesatan, itulah yang menjadikan kita mengerti betapa ilmu merupakan perkara anugerah besar yang Allah tidak berikan kepada setiap orang, tetapi Allah berikan kepada orang yang Allah kehendaki di dalam kebaikan Rasulullah bersabda "Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan jadikan la faham dalam agama" (HR. Bukhari dan Muslim). Karena kepahaman terhadap agama adalah obat dari getirnya kebodohan dalam kita berjalan dan menapak pada kehidupan.

 

Kisah Pemuda dan Imam Ibnu Hanifah

Imam Abu Hanifah pernah berjalan, lalu beliau menemukan ada seorang pemuda di depannya. Ternyata pemuda ini mencuri buah di suatu pekarangan rumah, dia mengambil buah-buahan itu dan memetiknya tanpa izin. Imam Abu Hanifah ketika melihat kejadian tersebut, maka beliau bergegas untuk mengingatkan pemuda itu tentang kesalahan yang dia lakukan ketika mencuri buah-buahan tanpa izin kepada pemiliknya. Pemuda itu agak cepat di dalam langkahnya, Imam Abu Hanifah mengikuti dari belakang, mencoba menggait dan mengingatkan kesalahannya. Ketika Imam Abu Hanifah belum sampai kepada pemuda itu, Imam Abu Hanifah melihat pemuda itu membagikan sebagian buah yang dia curi kepada pengemis dan orang-orang yang lemah di pinggir jalan. Lalu dia melanjutkan perjalanan dengan membawa sebagian buah yang dia curi. Imam Abu Hanifah mempercepat langkahnya dan akhirnya bisa menyus pemuda tersebut, dicoleklah pemuda tersebut dan dikatakan "Kenapa kamu mencuri?"

Pemuda itu tidak mengetahui bahwasanya itu adalah ulama besar Imam Abu Hanifah. Lalu pemuda itu berkata, "Jangan cepat-cepat menyalahkan saya, sesungguhnya saya memang mencuri, tetapi saya habis bersedekah. Saya berikan sebagian buah yang saya curi kepada fakir miskin yang ada di perjalanan tadi. Sesungguhnya ketika saya bersedekah berarti nilai sedekah itu dilipat gandakan menjadi 10-700 kali lipat. Maka ketika saya mencuri, saya melakukan satu dosa, ketika saya bersedekah, saya memiliki 10 keutamaan, 10 dikurangi 1 Jadilah 9. Maka saya masih memiliki sisa 9 kebaikan yang saya dapatkan ketika saya telah memberikan infag dan sedekah buah itu kepada fakir miskin."

 

Imam Abu Hanifah ketika mendengar jawaban itu dengan santal dan tenang beliau mengingatkan kepada pemuda itu tentang kesalahan ketika mengambil kesimpulan. Imam Abu Hanifah berkata kepadanya, "Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik." Apa yang disampaikan Imam Abu Hanifah membuat pemuda itu terdiam. Dalam kisah nyata ini, kita mendapati sebuah pelajaran besar bahwasanya kebodohan itu merupakan perkara yang bisa menjadikan seseorang terperosok kepada dosa dan kemaksiatan. Kebodohan bisa menjadikan seseorang kebingungan, bahkan kebodohan itu bisanmenjadikan seseorang terperangkap kepada ajaran-ajaran yang bathil, ketika mereka tidak mendedikasikan dirinya untuk terbebas dari kebodohan itu.

Akibat dari kebodohan

Ada orang yang karena kebodohannya, dia mencela dan mengkafirkan Aisyah, menganggap Aisyah adalah seorang wanita pezina. Dari kebodohan pula banyak orang yang menganggap bahwasanya para sahabat itu murtad setelah mereka ditinggalkan oleh Rasulullah. Ada orang yang karena kebodohannya, mereka hanya beribadah tetapi ibadahnya tidak mampu istiqamah ketika tidak didasari dengan ilmu.

 

Pentingnya Sebuah Ilmu

Imam Baihaqi menyampaikan bahwasanya, "Matinya satu ahli ilmu lebih menyenangkan bagi Iblis daripada matinya 70 orang ahli ibadah." Karena orang yang beribadah saja tanpa memiliki ilmu, maka sejatinya kematian dan hidup mereka tidak ada yang mengganggu agenda besarnya Iblis. Tapi kematian satu orang yang berilmu itu menguntungkan bagi agendanya Iblis, ketika orang yang berilmu itu tidak lagi memberikan petunjuk kepada kehidupan bermasyarakat dan bagaimana mengikuti ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

Yang butuh kepada ilmu, bukan ilmunya, tetapi kitalah yang membutuhkan kepada ilmu tersebut. Ilmu menjadi indikator kuat untuk membaca keridhaan Allah pada kehidupan manusia. Siapapun di antara manusia, walaupun dia kaya dan terkenal, tapi ternyata dia tidak paham tentang agamanya, maka pada dasarnya Allah belum menginginkan kebaikan. Tetapi siapapun mereka mungkin tidak kaya dan terkenal, tapi dia paham tentang kehidupan agamanya, mengerti tentang ayat, paham tentang petunjuk yang ada di dalam Al-Qur'an dan Hadits, maka dipastikan bahwasanya Allah menginginkan kebaikan kepadanya.

Makanya wajar kalau kita menjumpai Rasulullah selalu berdoa yang tidak pernah beliau tinggalkan selepas sholat Subuh, "Allahumma inni as'aluka ilman nafi'on" (Ya Allah aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat). Rasulullah tidak pernah meninggalkan doa ini karena beliau mengerti betapa pentingnya ilmu pads kehidupan beribadahnya manusia kepada Allah. Dan tidaklah selamat manusia, kecuali dengan ilmu yang dia peroleh dan dia dapatkan.

 

Kisah Arab Badui Bertemu Dajjal

Dalam sebuah riwayat, di akhir zaman nanti ada seorang Arab Badui didatangi oleh Dajjal. Lalu dia berkata kepada Arab Badui supaya Arab Badui itu menyembah kepada Dajjal. Arab Badui ini pertama kali berkata kepada Dajjal, "Kamu ini Dajjal, bukan Tuhanku yang aku tidak perlu menyembahmu. Tapi Dajjal mencoba meyakinkan, "Saya Tuhanmu, apa yang kamu perlukan supaya kamu yakin bahwa aku adalah Tuhanmu?" Arab Badui berkata, "Bangkitkanlah orang tuaku yang telah mati." Maka Dajjal kemudian memberikan perintah kepada jin untuk dapat menyerupakan diri seperti wajah orang tua Arab Badui itu.

Masuklah jin kepada tanah kuburan, mereka keluar dari tanah kuburan itu seakan-akan orang tuo dari Arab Badul itu. Maka pada saat itu Arab Badui langsung menyembah dan mengesakan Dajjal, yang sejatinya itu merupakan musuh bagi orang yang beriman, dan akhirnya dia mendapatkan Nerakanya Allah. Tergelincirnya Arab Badui itu dikarenakan dia tidak memahami ilmu bagaimana tentang Dajjal, dan bagaimana fitnah akhir zaman.

Ini yang menjadikan kita harus betul-betul paham, selamat pada kehidupan dunia tidak mungkin diperoleh kecuali dengan ilmu. Makanya tidak ada yang bisa membaca tanda Ka, Fa, Ra pada kening Dajjal kecuali orang beriman yang disifati dengan ilmu. Karena bisa jadi tulisan Ka, Fa, Ra nanti muncul pada diri seseorang, maka orang membacanya berbeda-beda. Ada yang membacanya sebagai seni yang sangat indah, dan mengatakan dengam berbagai macam hal. Yang bisa membaca tulisan Ka, Fa, Ra pada kening Dajjal hanyalah orang yang beriman. Dan harus didasari dengan ilmu sampai mengetahui tentang getirnya fitnah yang dibawa oleh Dajjal.

 

Pusaran Ilmu

Menurut Ulama Khalil bin Ahmad, beliau menyampaikan, "Manusia dalam pusaran ilmu terbagi menjadi 4 pertama ada manusia yang mereka tahu bahwasanya dirinya tahu mereka memberikan penerangan dan petunjuk kepada manusia, dan ini merupakan kelompok yang paling utama. Karena memiliki ilmu merupakan keutamaan yang sangat agung dan besar.  Kedua ada orang yang tidak sadar kalau dirinya berilmu, maka dia tidak menyampaikan petunjuk kepada yang lainnya. Orang semacam ini harus dibangunkan dan diingatkan bahwasanya dia memiliki ilmu. Ketiga ada orang yang bodoh, tetapi dirinya merasa bodoh dan dia terus belajar, dia tidak menutup telinganya, tidak memadamkan semangatnya untuk belajar ilmu, dan mendengarkan nasihat kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya. Keempat ada orang bodoh, tidak sadar kalau dirinya bodoh, tidak pernah mencari ilmu, bahkan terkadang mereka membabi buta mengatakan dirinya orang yang berilmu, padahal kebodohan itu mendominasi kehidupan pikirannya.

 

Ilmu Menjadikan kita Selalu Merasa Bodoh

"Merasa bodoh itu lebih mulia daripada merasa pintar pada kehidupan kita selaku para penuntut ilmu." (Abu Bassam Oemar Mita). Orang yang selalu merasa bodoh tidak akan memberanikan diri untuk mengucapkan, melakukan sesuatu yang bukan pada kapasitasnya.  Ketika kita dalam perjalanan, berjalan pada track ilmu, salah satu di antara komponen penting untuk kita hadirkan pada pikiran dan hati kita adalah jadilah manusia yang selalu merasa bodoh. Orang kalau selalu merasa bodoh, tidak berkomentar dalam banyak hal yang tidak dikuasai. Kalau orang merasa bodoh dia akan menghargai setiap Ilmu yang datang kepadanya, dan mengahargai setiap nasihat ketika membebaskan diri dari kebodohannya, dirinya tidak akan asyik dan tertarik untuk berdebat panjang karena dia tahu kapasitas dirinya.

Hari ini ironisnya di dalam kehidupan bermasyarakat, ketika banyak bermunculan tempat- tempat ta'lim, ternyata merasa bodoh itu lebih berharga daripada emas. Walaupun tempat ta'lim menjamur dimana-mana, belum tentu setiap orang yang berada di tempat ta'lim mereka merasa bodoh. Maka kita harus memiliki sebuah perasaan yang harus kita tanamkan di dalam perenungan kita bahwasanya kita harus merasa bodoh. Karena merasa bodoh merupakan rumpun dari banyak kebaikan di dalam kehidupan ketika mengembara pada perjalanan ilmu.

 

Ilmu Adalah Peringatan dan Petunjuk

"Tahukah siapa yang berpaling? Mereka yang mengetahui bahwa dalam Kitabullah dan Sunnah terdapat peringatan serta petunjuk Lalu dikesampingkan serta diremehkan seakan-akan barang murahan yang tiada berharga nilainya." (Abu Bassom Oemar Mita). Maka ketika kita merasa bodoh, tentu kita butuh ilmu, dan ilmu yang kita butuhkan adalah ilmu yang dikatakan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana kata Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, "Kebodohan itu adalah penyakit yang mematikan, obatnya adalah dua perkara yang disepakati, yaitu nash dari Al-Qur'an atau dari As-Sunnah, dan dokternya adalah seorang alim yang Rabbani. Kita boleh bodoh dalam masalah-masalah kehidupan duniawi, karena itu tidak menjadikan diri kita hina. Tapi kita tidak boleh bodoh terhadap ilmu, ilmu memiliki definisi yang akhirnya kita bisa meletakkan skala prioritas kita. Definisi ilmu adalah, "Apa yang dikatakan Allah dam Rasul- Nya." Kalau kita mendengar satu ayat atau hadits, lalu disitu ada petunjuk, itulah ilmu, selain daripada itu sebenarnya hanya bersifat tambahan.

 

Ilmu Wajib

Kata Imam Ibnu Rajab, sesungguhnya ilmu yang betul-betul bermanfaat merujuk kepada 2 perkara, dan ini wajib. Maka hukum mencari ilmu terbagi menjadi 2: ada yang bersifat wajib, dan ada yang bersifat tambahan. Yang bersifat wajib untuk kita ketahui, perkara primer dan menjadi skala prioritas bagi kita, pertama adalah kita harus mengenal Allah dan apa yang menjadi nama dan sifat-Nya, apa saja kewajiban kita kepada Allah. Kedua adalah kita harus mengenali apa yang dicintai oleh Allah dan apa yang dibenci oleh Allah.

Inilah ilmu, dimana kita diwajibkan untuk mengetahuinya, walaupun bukan anak pesantren, tetapi dia tidak mengetahui ini, maka dia terkena hukum dosa. Tidak sama antara orang yang tahu dengan yang tidak tahu, dan kita tidak bisa mengambil sebuah alibi karena kita diwajibkan untuk tahu. Karena nanti tidak semua kebodohan akan dimaafkan oleh Allah dalam pengadilan- Nya Ada kebodohan yang dimaafkan oleh Allah, ada yang tidak langsung dimaafkan oleh Allah sampai betul-betul tegak alasan kebodohannya. Kalau semua kebodohan langsung dimaafkan oleh Allah, berarti tidak ada bedanya antara orang yang berusaha berilmu dengan orang yang tidak berusaha berilmu, dan tentu itu berbeda di sisi Allah.

 

Beban Hukuman Orang yang Sengaja Bodoh

 

Siapapun yang bodoh dalam 2 perkara wajib tersebut akan terkena beban hukum yang berat. Bahkan orang yang sengaja bodoh dalam 2 perkara ini, maka mereka terancam dengan salah satu ayat, "Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian dia berpaling darinya? Sungguh, Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang berdosa." (QS. As-Sajdah: 22).

 

Orang yang cuek terhadap perkara ini, walaupun mengaku Muslim, tapi tidak memberikan prioritas untuk mempelajari 2 hal ini dalam kehidupan di samping aktivitas yang mereka kerjakan, Allah membayangu orang-orang semacam ini dengan sebuah azab yang keras. Allah paling benci kepada orang yang mereka buta terhadap peringatan yang telah Allah turunkan. Diperbolehkan untuk kita menjalani pekerjaan apapun, boleh menjadi dokter, tapi dokter yang mengetahui tentang kewajiban kepada Allah, dan apa yang Allah cintai dan ridhai. Boleh menjadi tenaga IT, pebisnis, pedagang, aparat, tapi yang mengerti tentang apa yang harus dipahami tentang 2 perkara tersebut. Karena itu tidak boleh lepas dari apa yang harusnya kita kerjakan. Makanya ta'lim menuntut ilmu bukan sekedar siraman rohani, tetapi sesungguhnya ilmu dan ta'lim merupakan sebuah kewajiban yang harusnya kita lahirkan pada kehidupan.

 

Macam-Macam Dosa

 

Dosa terbagi menjadi 2 ada dosa yang terasa dan ada dosa yang tidak terasa. Dosa yang terasa contohnya minum khamr, berjudi, membunuh, berzina, memakan riba', dll. Ada pula dosa yang tidak terasa contohnya riya', ujub, dingin terhadap peringatan yang Allah berikan. Orang-orang semacam ini biasanya mengaku dirinya Muslim, tapi tidak pernah hadir di taman-taman ilmu, mereka menganggap bahwa taman-taman ilmu hanya sekedar pelengkap. Orang-orang semacam inilah yang sejatinya mereka rusak pada kehidupan mereka di alhirat, karena mereka harus mengetahui bahwa Allah membenci setiap di antara hamba-Nya yang mereka tidak pernah memberikan parsi untuk mempelajari ilmu ketika berkaitan kepada Allah, kewajiban kita kepada Allah, dan kepada yang Allah cintal dan ridhai. Maka dalam aktivitas apapun yang kita lakukan, tidak boleh menghilangkan kewajiban kita untuk mengikuti ilmu secara runut, terstruktur, dan sistematis. Jangan sampai porsi ketika mempelajari ilmu dunia itu lebih matang daripada apa yang kita pelajari tentang agama Allah.

 

Ilmu Tambahan (Duniawi)

Kebodohan itu kegetiran, kebodohan bisa menjerumuskan kita kepada kerusakan-kerusakan besar. Kebodohan harus disembuhkan dengan sebuah komitmen untuk mencari ilmu. Ilmu terbagi menjadi 2 ada ilmu yang bersifat wajib, ada ilmu yang bersifat tambahan. Yang bersifat tambahan misalnya ilmu tijarah (perdagangan), ilmu bisnis, ilmu faraidh, ilmu matematika, dll. Siapapun yang mempelajarinya, maka diperbolehkan, kalaupun tidak juga tidak menjadi dosa.

Ilmu duniawi akan mendapatkan pahala, tapu tidak sebesar keutamaan ketika mempelajari ilmu yang berkaitan tentang Allah dan apa yang Allah cintai dan ridhai. Ilmu duniawi akan mendapatkan pahala sesuai dengan maksud dan tujuan dalam mempelajarinya. Kalau niat mempelajari ilmu duniawi untuk memberikan kebaikan dan manfaat kepada kehidupan manusia, maka akan diberikan pahala atas niat yang dimiliki. Tetapi kalau niatnya tidak untuk memberikan kebaikan, maka tidak akan mendapatkan apapun di sisi Allah.

 

Pintu Masuk Setan

Kalau sudah bodoh, semua kerusakan akan mudah untuk masuk, benar kata Imam Ibnu Qayyim, "Setan memiliki banyak pintu, di antara salah satu pintu setan adalah kebodohan manusia tentamg hakikat Allah dan Rasul-Nya." Tidak semua perkara dan informasi bisa dikatakan sebagai ilmu, yang dikatakan ilmu adalah perkataan Allah dan Rasul-Nya yang merujuk kepada 2 makna: pertama adalah apa yang menjadi kewajiban kita kepada Allah dan berkaitan tentang Allah, nama, dan sifat-Nya. Kedua adalah apa yang Allah cintal dan apa yang Allah benci.

 

Pic source: idegambarbaru.blogspot.com

 

Kayla Mumtaz Farhanah

Insight Cyber Media

Bandung

Kaylakay.2727@gmail.com

@kaylafarhanah

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© all rights reserved
made with by templateszoo