Underrated! Melemahnya Politik Islam dan Bangkitnya Sekulerisme

 

Insight-Cybermedia.Com, Bandung. Sulit untuk tidak melihat pembubaran Khilah Utsmaniyah tahun 1924 M merupakan akumulasi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa sebelumnya. Fakta ini membawa gambaran ada banyak aktor yang bertanggung jawab di balik peristiwa keruntuhan.

Perjalanan sejarah Kesultanan Turki Utsmani dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu Zaman Ekspansi (1326- 1451), Zaman Kejayaan (1452-1568), Zaman Kemunduran dan Keruntuhan (1569-1924). Namun, peristiwa keruntuhan akan memanjang melingkupi pada periode 1839 hingga 1924.

Momentum besar yang mengantarkan pada runtuhnya Khilafah Utsmani tentu saja pecahnya Perang Dunia I (1914-1918). Akan tetapi, walaupun konflik dan serangan militer negara-negara Eropa membuat Khilafah Utsmani menjadi lemah, ini tidak menjadikannya runtuh.

Runtuhnya Khilafah Utsmani adalah hasil dari usaha gerakan-gerakan politik yang muncul di Turki yang diilhami oleh ideologi sekularisme. Ironisnya kebangkitan sekularisme tersebut justru hadir karena kebijakan khalifah di masa-masa sebelumnya.

Salah satu usaha gerakan politik dimaksud terjadi pada periode Tanzimat hingga lahirnya kebijakan pembubaran khilafah. Kata tanzimat berarti "reformasi", "penataan ulang", dan "pengorganisasian ulang", dan dalam sejarah Utsmani, periode Tanzimat mengacu pada masa reformasi ke-Barat-baratan dari tahun 1839 hingga 1876 (lihat Encyc- lopedia of The Ottoman Empire).

Periode ini menjadi jalan pengintensifan sekularisme di pusat pemerintahan Utsmani. Sementara itu Mustafa Kemal yang mejadi aktor utama keruntuhan Khilafah Uts- mani merupakan produk dari kebijakan tanzimat tersebut.

Kebangkitan Sekularisme

Kemunduran Khilafah Utsamaniyyah merupakan wujud dari kehancuran politik Islam dan kebangkitan sekularisme. Para ahli banyak memberikan analisis tentang masalah kemunduran ini.

Firas Alkhateeb dalam bukunya Lost Islamic History menjelaskan alasan utama dan paling gamblang atas ke- munduran adalah ketidakmampuan Utsmani mendapat kemenangan lagi di medan perang. Situasi diperparah dengan kemajuan Eropa baik secara ekonomi maupun pencapaian teknologi, dan adanya stagnasi intelektual pada abad 17 dan 18.

Sementara Ali Muhammad ash-Shalabi dalam Ad-Daulah al-Utsmaniyyah menyebutkan bahwa sebab-sebab keruntuhan pemerintahan Utsmani sangatlah banyak, yang semuanya tersimpul pada semakin menjauhnya pemerintahan Utsmani terhadap pemberlakuan syariah Allah yang menyebabkan kesempitan dan kesengsaraan bagi umat di dunia. Dampak dari jauhnya pemerintahan Utsmani dari syariah Allah ini tampak sekali dalam kehidupan yang bersifat keagamaan, sosial, politik dan ekonomi.

Adapun Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Ad-Daulah Al-Islamiyyah menyebutkan faktor-faktor yang memperlemah negara yang pada akhirnya menyebabkan hancurnya Utsmani, secara ringkas dapat dikelompokkan menjadi dua faktor: (1) Lemahnya pemahaman Islam; dan (2) Buruknya penerapan Islam.

Menjelang abad 19, Utsmani berusaha melakukan reformasi agar bisa kembali bangkit. Mahmud II (berkuasa pada 1808-1839) menjadi sultan pertama yang melakukan reformasi. la mengatur Utsmani agar menjadi lebih berga- ya Eropa.

Upayanya tersebut mengundang penolakan para ulama yang menentang pengadopsian budaya Eropa namun berujung mereka terpinggirkan dari pemerintahan. Reformasi berlanjut dan dipercepat oleh penguasa selan- jutnya: Abdul Majid 1 (1839-1861) dan Abdul Aziz (1861-1876) yang mengantar era yang dikenal sebagai Tanzimat. Eropa dianggap sebagai model berharga untuk ditiru dan para ahli didatangkan dari Eropa untuk mengarahkan kularisme. Para ahli banyak memberikan analisis tentang masalah kemunduran ini.

Firas Alkhateeb dalam bukunya Lost Islamic History menjelaskan alasan utama dan paling gamblang atas ke- munduran adalah ketidakmampuan Utsmani mendapat kemenangan lagi di medan perang. Situasi diperparah dengan kemajuan Eropa baik secara ekonomi maupun pencapaian teknologi, dan adanya stagnasi intelektual pada abad 17 dan 18.

Sementara Ali Muhammad ash-Shalabi dalam Ad-Daulah al-Utsmaniyyah menyebutkan bahwa sebab-sebab keruntuhan pemerintahan Utsmani sangatlah banyak, yang semuanya tersimpul pada semakin menja- uhnya pemerintahan Utsmani terhadap pemberlakuan syariah Allah yang menyebabkan kesempitan dan kesengsaraan bagi umat di dunia. Dampak dari jauhnya pemerintahan Utsmani dari syariah Allah ini tampak sekali dalam kehidupan yang bersifat keagamaan, sosial, politik dan ekonomi.

Adapun Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Ad-Daulah Al-Islamiyyah menyebutkan faktor-faktor yang memperlemah negara yang pada akhirnya menyebabkan hancurnya Utsmani, secara ringkas dapat dikelompokkan menjadi dua faktor: (1) Lemahnya pemahaman Islam; dan (2) Buruknya penerapan Islam.

Menjelang abad 19, Utsmani berusaha melakukan reformasi agar bisa kembali bangkit. Mahmud II (berkuasa pada 1808-1839) menjadi sultan pertama yang melakukan reformasi. la mengatur Utsmani agar menjadi lebih bergaya Eropa.

Upayanya tersebut mengundang penolakan para ulama yang menentang pengadopsian budaya Eropa namun berujung mereka terpinggirkan dari pemerintahan. Reformasi berlanjut dan dipercepat oleh penguasa selan- jutnya: Abdul Majid 1 (1839-1861) dan Abdul Aziz (1861-1876) yang mengantar era yang dikenal sebagai Tanzimat. Eropa dianggap sebagai model berharga untuk ditiru dan para ahli didatangkan dari Eropa untuk mengarahkan kularisme. Para ahli banyak memberikan analisis tentang masalah kemunduran ini.

Firas Alkhateeb dalam bukunya Lost Islamic History menjelaskan alasan utama dan paling gamblang atas ke- munduran adalah ketidakmampuan Utsmani mendapat kemenangan lagi di medan perang. Situasi diperparah dengan kemajuan Eropa baik secara ekonomi maupun pencapaian teknologi, dan adanya stagnasi intelektual pada abad 17 dan 18.

Sementara Ali Muhammad ash-Shalabi dalam Ad-Daulah al-Utsmaniyyah menyebutkan bahwa sebab-sebab keruntuhan pemerintahan Utsmani sangatlah banyak, yang semuanya tersimpul pada semakin menja- uhnya pemerintahan Utsmani terhadap pemberlakuan syariah Allah yang menyebabkan kesempitan dan keseng- saraan bagi umat di dunia. Dampak dari jauhnya pemerin- tahan Utsmani dari syariah Allah ini tampak sekali dalam kehidupan yang bersifat keagamaan, sosial, politik dan ekonomi.

Adapun Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Ad-Daulah Al-Islamiyyah menyebutkan faktor-faktor yang memperlemah negara yang pada akhirnya menyebabkan hancurnya Utsmani, secara ringkas dapat dikelompokkan menjadi dua faktor: (1) Lemahnya pemahaman Islam; dan (2) Buruknya penerapan Islam.

Menjelang abad 19, Utsmani berusaha melakukan reformasi agar bisa kembali bangkit. Mahmud II (berkuasa pada 1808-1839) menjadi sultan pertama yang melakukan reformasi. la mengatur Utsmani agar menjadi lebih bergaya Eropa.

Upayanya tersebut mengundang penolakan para ulama yang menentang pengadopsian budaya Eropa na- mun berujung mereka terpinggirkan dari pemerintahan. Reformasi berlanjut dan dipercepat oleh penguasa selan- jutnya: Abdul Majid 1 (1839-1861) dan Abdul Aziz (1861 1876) yang mengantar era yang dikenal sebagai Tanzimat. Eropa dianggap sebagai model berharga untuk ditiru dan para ahli didatangkan dari Eropa untuk mengarahkanperubahan yang diyakini sangat diperlukan. Sistem pendidikan dibongkar agar sejalan dengan sistem Prancis yang sekuler mengabaikan pendidikan agama.

Tanzimat juga menghadirkan perubahan fudametal dalam sistem pemerintahan Utsmani, menanggalkan tra- disi Islam dan menggantinya dengan pendekatan liberal dan sekuler Eropa. Berbarengan dengan proses tersebut, tumbuh pula nasionalisme di beberapa wilayah Utsmani yang melahirkan disintegrasi yang meluluhkan kekuasan Khilafah.

Dalam konteks ini, Mustafa Kemal adalah produk modernisasi Utsmani. Dia adalah alumni Mekteb-i Harbiye (Akademi Militer Utsmani), institusi yang paling dalam dan komprehensif terpengaruh proses sekularisme.

Pada 1826, Sultan Mahmud II menghapus Janissari (anggota unit infanteri elite yang membentuk pasukan Sultan Utsmani, pengawal, dan tentara permanen modern pertama di Eropa)

Selanjutnya, pada 1831, ia membuka Mekteb-i Harbiye-i Şahane (Akademi Militer Kekaisaran), meniru sekolah-sekolah militer Eropa. Banyak mahasiswa Utsmani dikirim ke Eropa untuk mengenyam pendidikan di bidang militer dan sipil. Maka tidaklah mengherankan pandangan Mustafa tentang dunia sangat sekuler, dibentuk oleh pemikiran Eropa modern tentang negara dan masyarakat.

Perang yang Menghancurkan

Pecahnya Perang Dunia I menjadi momentum bagi kehancuran Utsmani. Usaha reformasi di masa-masa sebe- lumnnya gagal membawa negara yang kemudian dikenal sebagai The Sick Man ini mendapatkan kejayaannya kem- bali. Begitupun apa yang diusahakan oleh Sultan Abdul Hamid II (1876-1909) yang harus tumbang akibat dinami- ka politik dan militer dalam internal pemerintahannya.

Sebelum memasuki Perang Dunia I, Utsmani lebih dulu terlibat dalam perang melawan bebarapa pihak terutama Rusia. Konsekuensi perang ini berdampak pada terbebaninya anggaran pemerintah dan banyak wilayah yang lepas (termasuk Balkan). Hingga kemudian pada 1914 Perang Dunia I pecah.

Pada tahun-tahun awal perang, kedua belah pihak yang bertempur berada dalam kebuntuan di Timur Tengah. Utsmani bahkan sempat menang di fron Galipoli. Namun akhir perang pada 1918 berujung kekalahan Utsmani.

Perang Dunia I membawa konsekuensi semakin kuatnya nasionalisme Arab dan terpecahnya wilayah Utsmani. Di akhir perang, Inggris dan Prancis, bekeria mel-alui Liga Bangsa-Bangsa menyusun rencana pembagian yang akan memengaruhi masa depan Timur Tengah.

Bagi internal Turki, perang telah mengorbitkan posisi Mustafa Kemal dalam pangggung politik nasional Turki. Perang Dunia I merupakan titik balik yang menentukan bagi Timur Tengah seperti halnya bagi bagian mana pun di dunia.

Gencatan Senjata Mudros 30 Oktober 1918 menjadi pukulan telak bagi Utsmani. Situasi tersebut mempercepat proses perubahan yang berlanjut hingga saat ini, dengan munculnya negara-negara baru yang terus mendefinisikan identitas, batasan, dan sistem organisasi sosial mereka (Redefining the Middle East)

Bagi bangsa Turki sendiri, PD I menghantarkan mereka pada perang-perang susulan yang nyaris mencabik-cabik sisa-sisa kekuasaan 'mereka. Namun penanganannya menghantarkan bangsa Turki pada tatanan politik yang baru: keruntuhan khilafah Islam dan berdirinya republik sekuler.

Indra Margana

marganaausi@gmail.com

@marganaid

Komunikasi Penyiaran Islam

UIN Sunan Gunung Djati Bandung


Tidak ada komentar

Posting Komentar

© all rights reserved
made with by templateszoo